Palestina Merdeka dan “Two State Solution”

SETELAH  lebih dari setengah abad berjuang keras dan memimpikan sebuah negara, Palestina kini telah mendapat pengakuan dunia sebagai negara berdaulat. Sebanyak 138 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui Palestina yang tidak lagi hanya berstatus sebagai “pengamat”, melainkan sudah menjadi “negara pengamat non-anggota” melalui proposal yang diajukan perwakilan pemimpin Palestina, Mahmoud Abbas.

Pengakuan internasional tersebut diperoleh setelah hasil pemungutan suara Majelis Umum PBB diumumkan, usai pengambilan suara voting pada Kamis 29 November 2012.  Sebanyak 8 negara, termasuk Amerika Serikat dan Israel, termasuk pihak yang menentangnya, sementara 2 negara tidak ikut memilih, dan 41 anggota lainnya memilih abstain untuk sebuah negara Palestina.
Dari komposisi negara yang mendukung Palestina merdeka, meskipun belum mencapai kedaulatan penuh, tampak bahwa mayoritas dunia internasional sudah menggunakan akal sehat dan hati nurani. Sebab, sangat aneh bila Palestina yang sejak berabad-abad lamanya mendiami dan berkembang biak di tanah airnya sendiri, tetapi tidak memiliki kebebasan atau kemerdekaan. Kebebasan itu direngggut oleh Zionis Israel hingga, meminjam istilah Roger Garaudy, sebagai gerakan politik dan keagamaan, ini mendirikan negara Israel pada 14 Mei 1948.

Setidaknya 60 kali Israel mendapat peringatan atau resolusi DK PBB namun tak pernah digubrisnya. Tiga resolusi yang terakhir antara lain: Resolusi Nomor 726/6 Januari 1992) tentang kurukan keras atas pendeportasian orang-orang Palestina, Resolusi Nomor 799/18 Desember 1992 tentang kutukan atas Israel yang mendeportasi kembali 413 orang Palestina, dan Resolusi Nomor 1860/9 Januari 2009, yang menyerukan penghentian penuh perang antara Israel dan Hamas.
AS bersama sejumlah negara sekutu baiknya memang masing tampak loyal dengan Israel. Bahkan, jika status Palestina meningkat  jadi negara berdaulat, AS  mengancam akan menahan dana bagi pemerintahan Palestina di Tepi Barat. Pemerintah Zionis Israel sendiri juga mengancam melakukan tindakan balasan jika Palestina tidak bergabung dalam pengadilan kriminal internasional (International Criminal Court/ICC).

Pemerintahan Benjamin Netanyahu yang berkuasa sekarang tampaknya sadar betul bahwa pengakuan dunia internasional atas Palestina akan mengusik “ketenangannya”, terlebih jika Palestina menggunakan haknya untuk meminta ICC mengusut dan menginvestigasi sebagian atau seluruhnya tindakan kriminal yang selama ini dilakukan oleh Israel atas bangsa Palestina.

Satu kasus saja seperti kematian mantan pemimpin PLO Yasser Arafat yang misterius dan dibayang-bayango oleh tudingan oleh aksi spionase intelijen Israel, membuat posisi Israel cukup terpojok. Makam Arafat digali kembali untuk dilakukan otopsi guna memastikan dugaan kematiannya yang disebabkan racun arsenik atau sejenisnya. Jika nantinya terbongkar Israel di balik kematian Arafat, bisa jadi rakyat Palestina berduyun-duyun meminta pertanggungjawaban negara Israel atas kematian Arafat. 

Solusi Indonesia dengan “Two State Solution”? 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menuju Phnom Penh, Kamboja, Sabtu (17/11/2012) ketika Jalur Gaza sedang menghadapi gempururan pasukan udara Israel, dirinya ikut prihatin dan berharap Palestina menjadi negara yang merdeka. Dalam konteks ini, menurut SBY, tak hanya ada satu negara (Israel), tapi harus ada satu negara lagi, yaitu Palestina. Jadi, harus ada dua negara, Israel dan Palestina.

Menlu RI Marty M Natalegawa menguatkan pernyataan Presiden SBY, bahwa  penyelesaian konflik Palestina-Israel adalah kemerdekaan Palestina. Solusi damai dengan Israel hanya dapat dilakukan dengan kemerdekaan Palestina. Jika Palestina telah merdeka, Indonesia baru akan bersedia membicarakan hal lain terkait Israel.

Komitmen Indonesia, menurut Marty, sesuai hukum internasional. Indonesia mendukung penyelesaian konflik dua negara tersebut dengan “two state solution” atau solusi dua negara. Solusi yang diwacanakan negara-negara di dunia lainnya tersebut menginginkan Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan dengan damai.

Memang, di satu sisi sejumlah negara berharap muncul solusi damai dengan mengakui kemerdekaan Palestina dan juga Israel. Ini sebenarnya begitu menguntungkan Israel. Sebab, komitmen negara-negara itu, termasuk Indonesia, berarti membuka peluang besar bagi Israel untuk membuka perwakilan negaranya di negara-negara lain.

Namun, Israel tetaplah Israel yang tak sudi memberikan ruang kebahagiaan bagi bangsa Palestina. Kebijakan Israel untuk memperluas kembali pemukiman Yahudi di tanah Palestina masih dijalankan. Padahal ini jelas-jelas melanggar hukum internasional. Kebijakan baru itu diteken hanya tak selang sehari setelah dunia mengakui kemerdekaan Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka mengumumkan rencana pembangunan 3.000 unit pemukiman baru di kawasan antara Yerusalem Timur dan Tepi Barat.

Jika mengamati track record kebijakan pemerintah Israel sampai yang terakhir itu, pertimbangan pemerintah untuk kebijakan “two state solution” dengan membuka hubungan diplomatiknya dengan Israel, kiranya perlu dipikir masak-masak. Jangan ceroboh hingga berujung “penyesalan” yang akhirnya seperti kata pepatah: nasi sudah menjadi bubur! Wallahu a’lam. [https://www.islampos.com/palestina-merdeka-dan-two-state-solution-31050/]

No comments for "Palestina Merdeka dan “Two State Solution”"


=> CLOSE ADS KLIK 2X <=