14 Februari Teristimewa

Oleh
"14 Februari Teristimewa"
 

Terlalu sulit untuk membedakan antara mimpi dan nyata. Akan menjadi konyol jika secara tiba-tiba aku mencubit pipiku sendiri di hadapan wanita ini. Wanita dengan kisaran usia 50-an yang tengah berdiri memegang kedua tanganku. Bukan kali pertama berjumpa dengan wanita ini. Namun  entah, saat ini jantungku seakan berdegup lebih kencang…
 

***
Acara usai. Judith bangkit dan meninggalkan para wartawan yang masih begitu asyik menyorotnya dengan cahaya-cahaya kamera. Dihampirinya seorang pria yang duduk menunggunya di meja pojok. Sebelum Judith sampai, tampak pria itu telah berdiri menyambutnya. 

Begitu girangnya Judith. Ia setengah berlari kecil dan mendekap hangat pria itu. Satu kecupan mendarat di keningnya yang separuh tertutup poni.

“congrat, dear..”, suara gagah itu mampu menahan Judith untuk tak ingin terburu-buru melepaskan dekapannya.

“thank you..”, senyum simpul merekah menghias di bibirnya. Begitu cantik ia persembahkan senyuman itu untuk Leo, pria yang ia sebut kekasih. Pasangan itu melangkahkan kakinya menjauh dari aula, tempat dimana Judith melangsungkan launching novel terbarunya.

Langkah mereka terhenti kala dua orang wartawan, masing-masing memberikan sekuntum bunga mawar merah untuk sang penulis muda. Judith tampak heran meski mawar itu tetap diterimanya.

“sebagai ucapan selamat untuk Kak Judith”, kata kedua wartawan itu sembari tersenyum simpul. Balasan senyuman Judith tak kalah manis. Dilangkahkannya kakinya menuju halaman parkir, menggamit lengan kekar Leo.

Keluar dari ruangan, seorang security berlari-lari kecil menghampiri, memberikan ucapan selamat sambil menyerahkan sekuntum mawar merah untuk Judith. 

“sepertinya ada penggemar setia”, Leo memberikan lirikan masam dan berlalu meninggalkan Judith yang masih terpaku dengan tiga kuntum bunga di tangannya. Bergegas ia berlari-lari kecil menyusul Leo yang melangkah cepat masuk ke dalam mobil. 

Di dalam mobil, Judith dibuat kembali terhenyak. Sekuntum mawar merah terpasang cantik pada dashboard mobil. Diraihnya bunga yang ternyata menyatu dengan secarik kertas di tangkainya. Sekilas diliriknya Leo yang berwajah masam, sedikitpun tak mempedulikan wanita yang duduk di sampingnya. 

‘happy valentine, dear…’, tulisan pada secarik kertas itu cukup membuat Judith terkejut. Si pengirim empat kuntum bunga mawar merah itu tak lain adalah pria yang duduk mengemudi di sampingnya. Judith menahan senyum malunya. Sementara Leo masih berlagak tak tau menahu, ia mengemudikan mobilnya menembus jalanan ibukota, membiarkan wanita pujaannya menikmati rasa sanjung.

“ada satu lagi bingkisan valentine yang tak mungkin kubawa padamu”, Leo tetap tenang, kedua tangannya berpegang pada kemudi mobil. Judith menaikkan bahunya. Pikirannya penuh dengan dugaan. 

Kedua alis Judith hampir menyatu kala Leo menggandeng tangannya turun dari mobil, berjalan menyusuri tanah merah di antara gundukan-gundukan makam. Langkah mereka terhenti pada satu nisan berkeramik hijau muda. Leo duduk bertumpu pada lututnya diikuti Judith.

“aku selalu berkhayal kau masih disini. Berimajinasi suatu saat kau menepuk bahuku, menguatkanku, sebelum aku melingkarkan sebuah cincin di jari manis pendamping hidupku”, baru kali itu Judith mendengar suara Leo begitu bergetar menahan luapan. Tangan kekarnya menggenggam erat tangan Judith. “tapi perjalanan panjang tanpamu membuatku belajar. Hingga akhirnya aku berani membawa seorang wanita untuk kukenalkan padamu, ayah”, sekilas diusapnya bulir bening yang menetes dari matanya. Judith mengusap bahu Leo. Ditatapnya dalam wajah Leo yang seolah sangat merindukan sosok pahlawan dalam hidupnya.

“terimakasih sudah membawaku kesini dan mengenalkanku pada pria luar biasa yang telah membuatmu hebat”, Judith tersenyum, membuat luapan emosi Leo mereda. Didekapnya wanita tercintanya itu. 

 
***
 “ibu berdiri disini sekedar memberi bingkisan valentine, yaitu menggantikan ayah Leo untuk memintamu menjadi bagian dari keluarga kami”, wanita itu tersenyum. Sementara pria yang berdiri di belakangnya diam-diam menunjukkan sebuah kotak merah berisi cincin perak padaku. Tanpa suara, gerak bibirnya menyampaikan sebuah kalimat : ‘will you marry me?’


No comments for "14 Februari Teristimewa"


=> CLOSE ADS KLIK 2X <=